Sabtu, 07 Desember 2013

Penggerek Batang Tebu di Sumatra



PAPER
KARANTINA TUMBUHAN
PENGGEREK BATANG TEBU di SUMATRA (Phragmataecia castanea)

LOGO UNS.jpeg




Pratiwi R               H3311024

D III AGRIBISNIS HORTIKULTURA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
1.     Arti Penting Hama/Penyakit (kaitan dengan Karantina)
Hama merupakan salah satu gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh binatang dan menyebabkan kerugian secara ekonomis. Serangan hama pada tanaman tebu merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan produktivitas. Besarnya kerugian akibat hama sangat tergantung pada: (1) serangan hama yang meliputi jenis hama, tingkat dan luas serangan serta stadia serangga, (2) tanaman terserang yang meliputi varietas, umur dan kesehatan tanaman, (3) faktor lingkungan antara lain  iklim, ketersediaan musuh alami dan kesuburan tanah.
Hama penggerek batang tebu raksasa ini merupakan OPT Karantina Kategori A2. OPT Karantina Kategori A2 adalah OPT Karantina yang telah ada di Indonesia, tetapi belum tersebar luas di wilayah Indonesia hanya ada di beberapa daerah saja. Kalshoven (1981) mencatat hama ini telah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1977, sampai saat ini penggerek batang tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu Sumatera Utara.

2.     Gejala Serangan Hama/Penyakit
Hama penggerek batang raksasa menyerang tanaman tebu, baik tua maupun muda. Serangan pada tanaman muda menyebabkan tanaman mati pucuk. Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva penggerek batang raksasa (Phragmatoecia castaneae).
Gambar 1. Gejala Serangan Phragmatoecia castanae Hubner.
Pada batang tebu terdapat bekas gorokan. Semakin besar ukuran ulat, maka ukuran diameter gerekan juga akan semakin besar. Pada pangkal batang terdapat serbuk/serat hasil gerekan ulat. Bekas lubang gerekan akan berwarna merah. Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun. Apabila populasi hama tinggi, dapat menyebabkan kematian pada tanaman tua. Kerugian yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta penurunan kualitas dan kuantitas nira (Diyasti, 2010).
Daun tanaman yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas gerekan  yang tidak teratur. Bercak putih ini menembus kulit luar daun. Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lubang gerek pada permukaan batang. Apabila  ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang  memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek.
Terdapat lorong gerek pada pelepah daun dan ruas muda maupun tua. Pada lubang tempat masuk hama tersebut keluar ngengat yang besar. Kulit pupa tersebut kadang tertinggal diluar lubang. Setelah itu, batang bagian tengah hancur dan tanaman mati.

3.     Identitas Hama/Pathogen
Penggerek batang raksasa yang menyerang tanaman tebu (Phragmatoecia castanae Hubner) hingga saat ini hanya terdapat pada perkebunan tebu di wilayah Sumatera Utara dan Lampung. Penggerek batang raksasa (Phragmatoecia castanae Hubner) ini belum menyebar luas di berbagai daerah di Indonesia.
Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut :
Kingdom    : Animalia
Filum         : Arthropoda
Class          : Insecta
Ordo           : Lepidoptera
Famili        : Cossidae
Genus         : Phragmatoecia
Spesies       : Phragmatoecia castanae Hubner.
Metamorfosis hama penggerek batang raksasa tebu (Phragmatoecia castanae Hubner) :
1.     Telur
 Telur berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur dalam setiap 1 cm panjang deretan kelompok sekitar 9-12 butir.
 Gambar 2. Telur Phragmatoecia castanae Hubner.
Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak 282-376 butir per betina. Peletakan telur secara berkelompok di permukaan bawah daun atau di dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang mati puser. Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari 
(Pramono, 2007).
2.     Larva
Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm dan berwarna kelabu. Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan kemudian kuning putih,  di samping itu warna garis-garis hitam yang membujur pada permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama, 2009).
Larva memiliki ruas-ruas tubuh yang jelas, terdiri dari 5-6 instar, masa larva ± 9-10 hari. Larva bergerak dari daun menuju jaringan batang yang muda
Gambar 3. Larva Phragmatoecia castanae Hubner.
Selanjutnya larva menggerek akan masuk ke dalam ruas tebu. Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva sekitar 78-82 hari (Pramono, 2007).
3.     Pupa
Stadia pupa berlangsung selama 14-19 hari di dalam ruas batang tebu. Pada awalnya pupa berwarna kuning muda kemudian menjadi coklat tua dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina).
Gambar 4. Pupa Phragmatoecia castanae Hubner.
Apabila pupa ini menetas menjadi imago, maka kulit pupa tertinggal dan menonjol ke luar dari lubang gerekan (Pramono, 2007).
4.     Imago
Imago berupa ngengat, aktif di malam hari. Imago berukuran kecil dengan rentang sayap 1,5-3 cm. Imago betina lebih besar dan lebih gelap daripada imago jantan. Imago menghisap nectar. Pada siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik pada cahaya lampu (Pramono, 2007).
Stadia imago ditandai dengan warna sayap depan coklat kelabu dan ujung sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman. Bagian atas kepala terdapat rambut-rambut semacam jambul yang berwarna putih kuning.
Gambar 5. Imago Phragmatoecia castanae Hubner

4.     Cara Penyebaran dan Faktor yang mempengaruhi Hama/Penyakit
Kalshoven (1981) mencatat hama ini telah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1977. Sampai saat ini penggerek batang tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu Sumatera Utara.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi hama dilapangan, diantaranya adalah faktor cara pengelolaan hama itu sendiri oleh manusia. Cara pengelolaan hama yang tidak tepat menyebabkan masalah hama tidak pernah selesai. Oleh karena itu sering terjadi tindakan pengendalian yang tidak efektif, sebaliknya pengelolaan hama yang bijaksana dapat memberikan kontribusi yang besar dalam menekan populasi hama hingga dibawah ambang ekonomi (Pramono, 2007).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi hama di lapang, diantaranya adalah faktor cara pengelolaan hama itu sendiri oleh manusia. Cara pengelolaan hama yang kurang tepat menyebabkan masalah hama tidak pernah selesai dan bahkan menjadi lebih kompleks. Pada umumnya pola pikir dan pengetahuan mengenai cara pengelolaan hama tebu belum dikuasai dan belum diterapkan secara benar oleh kalangan praktisi di lapang. Oleh karena itu seringkali terjadi tindakan pengendalian yang dilaksanakan tidak efektif, tidak efisien serta tidak dapat menyelesaikan masalah. Di samping itu terkesan bahwa tindakan pengendalian senantiasa terlambat karena baru terlaksana setelah terjadi ledakan populasi hama, serta mengakibatkan kerusakan dan kerugian secara ekonomis yang serius, jadi lebih bersifat eradikatif daripada preventif.

5.     Cara Pengendalian
Secara umum pengendalian hama penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castanae Hubner) yaitu :
1.     Sanitasi kebun dengan memusnahkan sumber inokulum berupa serasah daun kering, sisa batang dan pucuk tebu pasca tebangan, serta memusnahkan gelagah yang merupakan inang hama penggerek batang raksasa.
2.     Eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8 bulan.
3.     Secara hayati dengan melepas musuh alami yaitu Tumidiclava sp. dan S. inferens serta penggunaan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae (Diyasti, 2010).
Umumnya pengendalian penggerek batang tebu raksasa yang digunakan adalah :
1.     Secara kultur teknis yaitu sanitasi lahan, penanaman dengan sistem hamparan. Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya. Secara mekanis yaitu pengutipan ulat-ulat di lapangan.
2.     Secara biologis yaitu dengan memanfaatkamusualami berupa pelepasan parasit telur Trichogramma spp. dan parasit larva Diatraeophaga striatalis Tns.
3.     Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50 EC (3 liter/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 liter/ha) (Pratama, 2009).
Pencegahan dan pengendalian serangan penggerek batang dapat dicegah dengan 3 macam yaitu :
1.     Pengendalian secara mekanik
Dilakukan dengan menggunakan bibit yang bebas penggerek, menanam varietas tahan dan menjaga kebersihan kebun dari tanaman glagah dan rumput-rumputan yang merupakan inang alternative penggerek. Pergiliran tanaman dengan palawija juga dapat memutus siklus hidup penggerek.
2.     Pengendalian secara biologis
Dilakukan dengan pelepasan parasit Trichogramma spp. (Trichogramma nanum, Trichogramma minutum, Trichogramma chilonis) yang dilakukan pada saat tebu umur 1,5-4 bulan, sebanyak 8 kali dengan interval waktu 1 minggu. Jumlah tiap kali pelepasan 50 pias/Ha, pelepasan pertama 8 pias selanjutnya 6 pias/ha per minggu. Jarak pemasangan pias 25-30 m dan dilakukan sebelum jam 07.00 pagi.
3.     Pengendalian secara kimiawi
Dilakukan dengan penyemprotan insectisida hanya dilakukan bila terjadi serangan pada daun muda mencapai 5% atau lebih. Jadi harus didahului dengan kegiatan pemantauan. Penyemprotan dilakukan sebanyak 4 ronde pada tanaman umur 4-5 bulan dengan interval 2 minggu. Insektisida yang digunakan yang bersifat racun kontak/perut/sistemik dengan dosis sesuai dengan anjuran yang tertera pada kemasan.
Biasanya menyerang mulai umur 3-5 bulan. Kendalikan dengan musuh alami Tricogramma sp dan lalat Jatiroto, semprot PESTONA / Natural BVR. Tumidiclava sp. (parasit telur) dilepaskan. Penyemprotan insektisida tiap 2 minggu sekali. Insektisida tersebut dapat berbahan aktif metidation, dikrotofos, monokrotofos atau asefat. Pemakaian pestisida dalam pengendalian Phragmatoecia castaneae (Penggerek Batang Raksasa) cukup sulit dilaksanakan, karena kebiasaan larva yang menggerek ke dalam batang sehingga sulit dicapai pestisida (Purnama, 2007).


DAFTAR PUSTAKA
Diyasti, F. 2010. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. (di unduh 31 Maret 2013 pukul 19.00).
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Revised and Translated  by PA. Vander Lean. PT. Ichtiar Baru-Van Hoove. Jakarta.
Pramono, D. 2007. Program Early Warning System (EWS) Sebagai Dasar  Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu  (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero,  Sumatera Utara. Kelti Proteksi Tanaman. P3GI Pasuruan.
Pratama, Z., Iwan dan M., Miftahul, Z. 2010.  Pengaruh Kombinasi Waktu  Pelepasan Yang Berbeda Antara  Diatraeophaga striatalis Tns.  dan  Trichogramma chilonis Terhadap Persentase Kerusakan Tanaman Tebu  (Saccharum officinarum Linn.) Yang Disebabkan Oleh  Chilo auricilus Dudgeon. Universitas Negeri Surabaya.
Purnama, A., 2007. Pengendalian Hama Penggerek Tebu (P. castaneae). Penelitian Tembakau Deli PTPN II, Medan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar