PAPER
KARANTINA
TUMBUHAN
PENGGEREK
BATANG TEBU di SUMATRA (Phragmataecia
castanea)

Pratiwi
R H3311024
D
III AGRIBISNIS HORTIKULTURA
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
1.
Arti
Penting Hama/Penyakit (kaitan dengan Karantina)
Hama merupakan salah satu gangguan pada tanaman yang
disebabkan oleh binatang dan menyebabkan kerugian secara ekonomis. Serangan
hama pada tanaman tebu merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan
produktivitas. Besarnya kerugian akibat hama sangat tergantung pada: (1)
serangan hama yang meliputi jenis hama, tingkat dan luas serangan serta stadia
serangga, (2) tanaman terserang yang meliputi varietas, umur dan kesehatan
tanaman, (3) faktor lingkungan antara lain
iklim, ketersediaan musuh alami dan kesuburan tanah.
Hama
penggerek batang tebu raksasa ini merupakan OPT Karantina Kategori A2. OPT
Karantina Kategori A2 adalah OPT Karantina yang telah ada di Indonesia, tetapi
belum tersebar luas di wilayah Indonesia hanya ada di beberapa daerah saja. Kalshoven
(1981) mencatat hama ini telah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1977, sampai
saat ini penggerek batang tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu
Sumatera Utara.
2.
Gejala
Serangan Hama/Penyakit
Hama
penggerek batang raksasa menyerang tanaman tebu, baik tua maupun muda. Serangan
pada tanaman muda menyebabkan tanaman mati pucuk. Pada serangan berat, bagian
dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva penggerek batang raksasa (Phragmatoecia
castaneae).

Gambar 1. Gejala Serangan Phragmatoecia
castanae Hubner.
Pada batang tebu terdapat bekas gorokan. Semakin
besar ukuran ulat, maka ukuran diameter gerekan juga akan semakin besar. Pada
pangkal batang terdapat serbuk/serat hasil gerekan ulat. Bekas lubang gerekan
akan berwarna merah. Larva
masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun. Apabila
populasi hama tinggi, dapat menyebabkan kematian pada tanaman tua. Kerugian
yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta penurunan kualitas
dan kuantitas nira (Diyasti, 2010).
Daun tanaman yang terserang terdapat bercak-bercak putih bekas gerekan yang tidak teratur. Bercak putih ini menembus kulit luar daun. Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lubang gerek pada permukaan batang. Apabila
ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang
memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek.
Terdapat
lorong gerek pada pelepah daun dan ruas muda maupun tua. Pada lubang tempat
masuk hama tersebut keluar ngengat yang besar. Kulit pupa tersebut kadang
tertinggal diluar lubang. Setelah itu, batang bagian tengah hancur dan tanaman
mati.
3.
Identitas
Hama/Pathogen
Penggerek
batang raksasa yang menyerang tanaman tebu (Phragmatoecia
castanae Hubner) hingga saat ini hanya terdapat pada perkebunan tebu di wilayah
Sumatera Utara dan Lampung. Penggerek batang raksasa (Phragmatoecia castanae Hubner) ini belum menyebar luas di berbagai
daerah di Indonesia.
Menurut
Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai
berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Class
: Insecta
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Cossidae
Genus
: Phragmatoecia
Spesies
: Phragmatoecia castanae Hubner.
Metamorfosis hama penggerek batang raksasa
tebu (Phragmatoecia castanae Hubner) :
1.
Telur
Telur
berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu. Berbentuk oval
sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur dalam setiap 1 cm
panjang deretan kelompok sekitar 9-12 butir.

Gambar 2.
Telur Phragmatoecia
castanae Hubner.
Bentuk
telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak 282-376 butir per betina. Peletakan
telur secara berkelompok di permukaan bawah daun atau di dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk
tanaman yang mati puser. Masa
hidup stadia telur antara 9-10 hari
(Pramono, 2007).
2. Larva
Larva
yang baru menetas panjangnya +
2,5 mm dan berwarna kelabu.
Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi
kuning
coklat dan
kemudian kuning putih,
di samping itu warna garis-garis hitam yang membujur pada permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Pratama, 2009).
Larva memiliki ruas-ruas tubuh yang jelas, terdiri
dari 5-6 instar, masa larva ± 9-10 hari. Larva bergerak dari daun menuju
jaringan batang yang muda

Gambar 3. Larva Phragmatoecia
castanae Hubner.
Selanjutnya
larva menggerek akan masuk ke dalam ruas tebu. Stadia larva terdiri dari 10
instar. Lama stadia larva sekitar 78-82 hari (Pramono, 2007).
3. Pupa
Stadia
pupa berlangsung selama 14-19 hari di dalam ruas batang tebu. Pada awalnya pupa
berwarna kuning muda kemudian menjadi coklat tua dengan panjang 2,5-3 cm
(jantan) dan 3,5-4 cm (betina).

Gambar 4. Pupa Phragmatoecia castanae Hubner.
Apabila
pupa ini menetas menjadi imago, maka kulit pupa tertinggal dan menonjol ke luar
dari lubang gerekan (Pramono, 2007).
4. Imago
Imago berupa ngengat, aktif di malam hari. Imago
berukuran kecil dengan rentang sayap 1,5-3 cm. Imago betina lebih besar dan
lebih gelap daripada imago jantan. Imago menghisap nectar. Pada siang hari
imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik pada cahaya
lampu (Pramono, 2007).
Stadia
imago ditandai dengan warna sayap depan coklat kelabu dan ujung sayap terdapat
noktah berwarna ungu kehitaman. Bagian atas kepala terdapat rambut-rambut semacam
jambul yang berwarna putih kuning.

Gambar 5. Imago Phragmatoecia
castanae Hubner
4.
Cara
Penyebaran dan Faktor yang mempengaruhi Hama/Penyakit
Kalshoven
(1981) mencatat hama ini telah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1977. Sampai
saat ini penggerek batang tebu raksasa hanya ditemukan di Perkebunan Tebu
Sumatera Utara.
Ada
banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi hama dilapangan,
diantaranya adalah faktor cara pengelolaan hama itu sendiri oleh manusia. Cara
pengelolaan hama yang tidak tepat menyebabkan masalah hama tidak pernah
selesai. Oleh karena itu sering terjadi tindakan pengendalian yang tidak
efektif, sebaliknya pengelolaan hama yang bijaksana dapat memberikan kontribusi
yang besar dalam menekan populasi hama hingga dibawah ambang ekonomi (Pramono,
2007).
Ada
banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi hama di lapang,
diantaranya adalah faktor cara pengelolaan hama itu sendiri oleh manusia. Cara
pengelolaan hama yang kurang tepat menyebabkan masalah hama tidak pernah
selesai dan bahkan menjadi lebih kompleks. Pada umumnya pola pikir dan
pengetahuan mengenai cara pengelolaan hama tebu belum dikuasai dan belum
diterapkan secara benar oleh kalangan praktisi di lapang. Oleh karena itu
seringkali terjadi tindakan pengendalian yang dilaksanakan tidak efektif, tidak
efisien serta tidak dapat menyelesaikan masalah. Di samping itu terkesan bahwa
tindakan pengendalian senantiasa terlambat karena baru terlaksana setelah
terjadi ledakan populasi hama, serta mengakibatkan kerusakan dan kerugian
secara ekonomis yang serius, jadi lebih bersifat eradikatif daripada preventif.
5.
Cara
Pengendalian
Secara
umum pengendalian hama penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castanae
Hubner) yaitu :
1. Sanitasi kebun dengan memusnahkan sumber
inokulum berupa serasah daun kering, sisa batang dan pucuk tebu pasca tebangan,
serta memusnahkan gelagah yang merupakan inang hama penggerek batang raksasa.
2. Eradikasi tanaman dengan memanen
tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8 bulan.
3. Secara hayati dengan melepas musuh
alami yaitu Tumidiclava sp. dan S. inferens serta penggunaan
cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae (Diyasti,
2010).
Umumnya
pengendalian
penggerek batang
tebu raksasa yang digunakan adalah :
1.
Secara kultur teknis
yaitu
sanitasi
lahan,
penanaman
dengan sistem
hamparan. Memotong bagian tanaman yang terserang dan membakarnya.
Secara mekanis yaitu pengutipan ulat-ulat di lapangan.
2.
Secara
biologis yaitu dengan
memanfaatkan musuh alami
berupa pelepasan parasit
telur Trichogramma spp. dan
parasit larva
Diatraeophaga striatalis
Tns.
3.
Secara kimiawi yaitu dengan pemakaian insektisida yaitu Agrothion 50 EC
(3 liter/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 liter/ha) (Pratama,
2009).
Pencegahan
dan pengendalian serangan penggerek batang dapat dicegah dengan 3 macam yaitu :
1. Pengendalian secara mekanik
Dilakukan
dengan menggunakan bibit yang bebas penggerek, menanam varietas tahan dan
menjaga kebersihan kebun dari tanaman glagah dan rumput-rumputan yang merupakan
inang alternative penggerek. Pergiliran tanaman dengan palawija juga dapat
memutus siklus hidup penggerek.
2. Pengendalian secara biologis
Dilakukan
dengan pelepasan parasit Trichogramma
spp. (Trichogramma nanum, Trichogramma minutum, Trichogramma chilonis)
yang dilakukan pada saat tebu umur 1,5-4 bulan, sebanyak 8 kali dengan interval
waktu 1 minggu. Jumlah tiap kali pelepasan 50 pias/Ha, pelepasan pertama 8 pias
selanjutnya 6 pias/ha per minggu. Jarak pemasangan pias 25-30 m dan dilakukan
sebelum jam 07.00 pagi.
3. Pengendalian secara kimiawi
Dilakukan
dengan penyemprotan insectisida hanya dilakukan bila terjadi serangan pada daun
muda mencapai 5% atau lebih. Jadi harus didahului dengan kegiatan pemantauan.
Penyemprotan dilakukan sebanyak 4 ronde pada tanaman umur 4-5 bulan dengan
interval 2 minggu. Insektisida yang digunakan yang bersifat racun kontak/perut/sistemik
dengan dosis sesuai dengan anjuran yang tertera pada kemasan.
Biasanya menyerang mulai umur 3-5 bulan. Kendalikan
dengan musuh alami Tricogramma sp dan lalat Jatiroto, semprot PESTONA / Natural
BVR. Tumidiclava sp. (parasit telur) dilepaskan. Penyemprotan
insektisida tiap 2 minggu sekali. Insektisida tersebut dapat berbahan aktif
metidation, dikrotofos, monokrotofos atau asefat. Pemakaian pestisida dalam
pengendalian Phragmatoecia castaneae (Penggerek Batang Raksasa) cukup
sulit dilaksanakan, karena kebiasaan larva yang menggerek ke dalam batang
sehingga sulit dicapai pestisida (Purnama, 2007).
DAFTAR
PUSTAKA
Diyasti, F. 2010. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. (di unduh 31 Maret 2013
pukul 19.00).
Kalshoven,
L.G.E. 1981. The Pest of Crop in
Indonesia. Revised and Translated by PA. Vander Lean. PT. Ichtiar
Baru-Van Hoove. Jakarta.
Pramono, D. 2007. Program Early
Warning System (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi
Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di
Kawasan PTPN II Persero, Sumatera Utara. Kelti Proteksi Tanaman. P3GI
Pasuruan.
Pratama, Z., Iwan dan M., Miftahul, Z.
2010. Pengaruh Kombinasi Waktu Pelepasan Yang Berbeda Antara Diatraeophaga striatalis Tns. dan
Trichogramma chilonis Terhadap
Persentase Kerusakan Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum Linn.) Yang Disebabkan Oleh Chilo auricilus Dudgeon.
Universitas Negeri Surabaya.
Purnama, A., 2007. Pengendalian Hama Penggerek Tebu (P.
castaneae). Penelitian Tembakau Deli PTPN II, Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar